Berwisata
baik dalam negeri maupun luar negeri selalu menjadi impian banyak orang. Untuk
sekedar melepas kepenatan dari aktivitas kerja yang terus menerus ataupu hanya
sekedar biar bisa kumpul bareng teman-teman. Semua dilakukan dengan hati
senang.
Tentu
saja unntuk berwisata dengan low budget kita harus menjadi seorang backpackeran
saat menikmati setiap perjalanan atau dengan istilah yang sudah sering didengar
diantara teman jalan dengan sebutan share cost. Ini meringankan aku dan
teman-teman untuk dana yang akan dikeluarkan, terkecuali memang ingin santai
dan tak mau repot-repot semuanya bisa diserahlan oleh agen perjalanan atau EO
yang mengadakan.
Kejadian
ini telah berlangsung beberapa tahun ke belakang sebenarnya, saat saya dan
teman-teman percaya dengan satu teman untuk pergi ke sebuah tempat diluar
Indonesia. Sekitar Tahun 2003 kejadian ini berlangsung, bukan untuk dilupakan
tapi menjadi sebuah pelajaran dalam hidup yang saya jalani.
Kita
semua bisa berteman dengan siapa saja, tidak melihat apapun kalau sudah akan
melakukan perjalan yang penting satu tujuan, kita akan berangkat bersama-sama.
Sebut saja namanya MI, dia adalah teman dari sahabat saya. MI yang bermula
mengajak untuk melakukan perjalanan jauh, bukan hanya seputar teman-teman dekat
saja yang akan ikut, tapi teman-teman yang berada di luar pulau Jawa pun akan
ikut serta, antara lain Padang, Palembang, Bandung, Menado dan dari Jawa Tengah
pun banyak yang ikut serta. Uang pun tidak sedikit dikumpulkan. Sebenarnya
kalau boleh jujur, saya tidak dizinkan untuk pergi oleh orang tua, hanya ayah
yang melarang sedangkan mamah sendiri mengizinkan dengan doa asal selamat
selama perjalanan.
Saya
tidak menggubris nasehat ayah, sekali ingin pergi ya harus pergi tanpa berfikir
panjang, toh MI ini sudah bolak balik ke tempat yang sama, jadi apa yang mau
diragukan lagi. Di keluarga yang ikut hanya saya sendiri. Teman-teman yang ikut
dalam rombongan ini ada yang adik kakak sebut saja namanya EG dan BE dan malah
ada yang ikut barengan satu keluarga empat orang dan berasal dari Bandung juga.
Ada juga seorang model iklan sebut saja namanya BE. Semua kurang lebih 20 orang
yang akan pergi. Surat-surat kelengkapan semua telah diurus, tinggal nunggu
proses final saja.
Tumpukan-tumpukan
pakaian dan keperluan sudah memenuhi isi koper, bayangan –bayangan indah
pemandangan di sana seperti sudah ada di depan mata. Sebelum pemberangkatan
kita stanby di Jakarta terlebih dahulu selama kurang lebih seminggu, MI yang
menyediakan tempat. Ada satu kejadian dimana dari ke 20 orang itu hanya 7 orang
yang di ajak pergi untuk berlibur ke Taman Impian Jaya Ancol. Saya seeh saat
itu berfikir senang-senang aja, toh Cuma sekedar berenang, tapi kalau saya
hanya menimati suasananya saja tanpa berenang karena masih ketakutan akan
dalamnya air.
Ada
sesuatu bungkusan yang dititipkan MI ke saya, sebuah bungkusan plastik
obat-obatan dan isinya serbuk putih. Deg! Saya tahu ini adalah narkoba,
sepertinya yang dititipkan itu jenis kokain bubuk.
Saya
tahu karena saat SMU dulu diajak orang tua untuk melihat pameran Pembangunan
Daerah yang selalu diadakan setiap tahun dan saat itu kebetulan pernah
melihat-lihat juga di stand kepolisian jenis-jenis narkoba berikut contoh
barangnya.
Masih
berpikir logis saat itu, tapi ga bisa menolak. Akhirnya saya terima saja dan
saya tahu ini akan beresiko kalau ada pemeriksaan dadakan dari aparat kepolisia
dan akhirnya saya titipkan lagi ke teman yang saat itu tidak ikut berenang juga
sebut saja namanya YN.
Ada
tiga orang yang tidak berenang saat itu, sebenarnya saya deg-degan juga takut
apa yang saya pikirkan terjadi. Ahamdulillah saat menjelang sore, baru kita
pada pulang tepatnya di sekitar Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Magrib
sudah berada di rumah lagi, dan ternyata YN pun tahu bahwa itu memang narkoba. Ternyata barang
yang dititipkan tadi tidak ditanyakan langsung saat sampai di rumah oleh MI.
Tau gitu bisa aja kita buang, tapi dari pada cari masalah sama YN barang itu
langsung aja diberikan ke MI.
Menjelang
hari H-3, kita tidak diberi kabar apa-apa oleh MI, semua tampak gelisah sampai
akhirnya hari H pun tiba, MI tak kelihatan batang hidungnya. Upaya dilakukan
dengan menelpon nomor Hpnya bahkan ada beberapa teman yang tahu tempat
tinggalnya di Kompleks Margonda Depok tepatnya Pesona Khayangan, tak ada juga
kabar dari keluarga.
Ini
bukan main-main lagi, berapa puluh juta uang yang terkumpul dari kami semua
saat itu. Mau tidak mau saya tetap harus jujur sama orang tua. Penyesalan tak
akan datang diawal, apa boleh buat peribahasa pun mengatakan nasi sudah menjadi
bubur. Semua menjadi gelisah tanpa penjelasan apa-apa. Upaya-upaya pun
dilakukan, akhirnya semua terjawab sudah MI ditangkap dan masuk ke Polsek
Cisarua Bogor, saat itu yang menjadi kanitserse adalah Bapak Wawan. Saat dapat
kabar dari teman, saya sudah ada di Bandung dan ingin rasanya langsung
menemuinya. Ini gila, temannya bahkan yang lain dan bahkan sahabatnya sendiri
yang dulu pernah dia ikut numpang tinggal saat masih sekolah di Bandung, dia
tipu juga. Satu mobil berangkat dari Bandung, sesampainya di Cisarua kami
bertemu dengan Kanitsersenya, berbincang-bincang sebentar dan menemuinya.
Dengan wajah polos seolah-olah tanpa kesalahan, uangnya sebagian sepertinya
habis dibelikan Narkoba itu sendiri. Ayahnya teman ikut datang ke sana, amarah
itu pasti ada kalau saja tak ingat dosa, rasanya ingin mematahkan tangannya
saat salaman lihat dia dalam jeruji besi itu.
Suasana
di dalam polsek ada dua jeruji besi yang salin berhadapan dan dalam satu sel
terlihat beberapa orang. Sebrang selnya MI ada beberapa anak muda dengan
wajahnya yang masih berseri-seri dan tampak seperi mahasiswa. Melihat atau
tidak kedatangan kita tetap akan dengan jelas terlihat. Sel sebrangnya MI ada
beberapa orang memanggil-manggil kami.
Akhirnya saya dan 2 teman menghampirinya, anak muda itu langsung menyapa
kami
“Itu
dosennya ya.” Dari tadi kok banyak yang nengok dia
Hah! Dosen?
Dalam hati saya berguman, usia saya dan teman-teman yang ikut termasuk MI
terpaut tak terlalu jauh, paling selisih 1-2 tahunan.
“Dia
itu penipu” teman saya menjawab.
“Kenapa
kok bisa ada di sini”
Dengan
entengnya menjawab...”biasa ketangkap saat jual daun surga”
Lagi-lagi
karena narkoba juga bisa merugikan dirinya sendiri dan harus berada di sel.
Akhirnya
waktu kunjungan pun selesai dan selanjutnya proses hukum pengadilan.
Saya
dan beberaa teman yang ada di Bandung memutuskan untuk tidak mengikuti jalannya
sidang. Saya sudah ikhlaskan semua, dan ambil semua hikmah dari yang terjadi
ini.
Tulisan ini saya buat dalam partisipasi saya
untuk Indonesia Bergegas dan membantu BNN juga agar jangan sampai ada
korban-korban lagi dari Narkoba. Tetap jadikan Tahun 2014 menjadi Tahun Penyelamatan Bagi Pengguna Narkoba.[]FR