Senin, 30 November 2015

Ketika Semua Belum Usai

Tak pernah terpikir untuk menginjakan kaki di  LP Cipinang, lewat saja ke wilayah itu belum pernah apalagi untuk mnegunjunginya. Saat ramai media membicarakan  orang-orang mulai dari masyarakat biasa sampai setingkat pejabat dengan vonis hukuman yang berbeda-beda. Dulu saat kerja di Bandung seseorang pernah berkata harus selalu diingat dan harus dihindari hanya tiga polisi, pengadilan dan penjara. Terlepas ada apa dibalik semua cerita itu saya tidak akan membahasnya di sini.

Mengunjungi Lp Cipinang tentu saja tidak sendirian, kami berlima dan berangkat dari tempat yang berbeda-beda. Sepanjang jalan dengan menggunakan kendaraan umum TransJakarta saat bertanya dimana lokasi LP Cipinang seolah mereka menjawab dengan menatap wajah saya penuh selidik. Hi. ini Jakarta!
Ok, baiklah saya tak mempedulikan orang-orang yang menatap hanya dengan ucapan satu kalimat yang keluar "LP CIPINANG"

Saat sampai disana, gerbang masuk tidak hanya satu dan akhirnya masuk ke ruangan juga dimana semua orang harus menunggu karena jam besuk belum tiba. seperti antrian rumah sakit semua menunggu sebelum penjaga mempersilahkan para pembesuk. Hp dan alat elektronik lainnya tidak diperkenankan dibawa ke dalam, bukan berarti pemerikasaan ketat juga, mungkin saja ada yang lolos tapi siap-siiap untuk kena denda, katanya sih yang sudah pernah kena denda biayanya IDR 100K. Cari aman semua perlengkapan dititp terkecuali tas selempang yang nempel di badan. Waktu Indonesia bagian karet jam besuk yang telah ditentukan tak sesuai dengan jadwal, entahlah semua ttidak dimulai semestinya. Semua barang bawaan lewat kepemeriksaan, para pengunjung laki-laki distempel mirip cap tanda dufan *LOL
Bagian perempuan masuk ruangan dan diperiksa oleh seorang petugas perempuan. Katat! ngga juga.
Terlihat seperti ruangan foodcourt dengan bangku yang berjejer cukup banyak. Kaki terus melangkah menuju lantai dua, terlihat pejabat Sulut sedang dikunjungi juga. Akhirnya tiba juga dilantai tiga. Seperti aula dengan lesehan tuikarnya masing-masing. Kaki ini terus melangkah menuju seorang yang sudah tampak terlihat dari pintu masuk yakni "JERO WACIK' mantan menteri ESDM yang masih menjalani proses pengadilan  atas tuduhan TIPIKOR kepadanya.

Untuk mengunjungi Jero Wacik tak semudah kaki ini melangkah menuju LP Cipinang. Teman saya yang mengurus semuanya, tentu saja bila semua ditujukan langsung untuk menemuninya belum tentu kami diizinkan oleh Kejaksaan Agung Jakarta, seperti apa yang dibilang Jero Wacik saat kami menemuinya.
Semua tak seserius seperti berada dalam penjara. Orang-orang terlihat lebih sumringah, mungkin ketika sanak kerabatnya mengunjunginya. Ya, ketika semua belun usai!
JERO WACIk terlihat santai dengan kemeja batik dan kacamatanya, tak pernah terlihat tegang sedikitpun diraut wajahnya, sesekali tersenyum saat apa yang keluar dari mulutnya.
Cerita mengalir begitu saja tentangnya, Seorang ayah dengan empat orang anak. terlahir dari keluarga miskin disalah satu daerah Bali. Delapan bersaudara ini dimasa kecilnya hampir mengalami kematian sama dengan ketujuh kakak kandungnya yang meninggal diusia balita. Ketika bayi beliau sampai diungsikan  karena takut mengalami nasib yang sama seperti kakaknya. Kematian itu hampir merengut nyawanya ketika menginjak usia 11 bulan sampai akhirnya dia mendiami pura dan mengungsi untuk kedua kalinya dimasa kecil. Usia enam tahun sudah diangkat menjadi pemangku adat. Sekolah pun berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain sampai akhirnya ke jenjang perguruan bisa masuk ITB hal ini ternyata terinspirasi dari Presiden Soekarno disaat kunjungannya ke Bali waktu itu saat Jero Wacik masih menduduki bangku Sekolah Dasar.

Perjalanan karirnya pun dari waktu ke waktu terus berkembang, dia bukan aja seorang anak miskin lagi melainkan sudah menjadi pengusaha di Indonesia.Sampai karirnya menjadi menteri ESDM yang akhirnya mengantarka seorang Jero Wacik mengalami proses hukum dengan tuduhan TIPIKOR!
Beberapa tuduhan bila kita cari dimedia cukup menyebutkan angka-angka yang fantastis, misalnya dana-dana yang dipergunakan untuk pijat, ulang tahun istrinya dan lain-lain.
Istri Jero Wacik sendiri yang mnegetuai Yayasan Sulam Indonesia, disaat berbarengan dengan malam ulang tahunnya ternyata saat itu peresmian buku Sulam Indonesia ditempat yang sama yaitu hotel Dharmawangsa yang saat itu dihadiri oleh Ibu Ani Yudhoyono dan Marie Elka Pangestu memberikan sambutannya. Para UKM se-Indonesia hadir juga di sana. Yang kebetulan tanggal berdiri Yayasan Sulam Indonesia sama dengan ulang tahun istrinya yakni tanggal 10 April.
Dan mnegenai DOM sendiri, bukannya setiap penerimaan disertai kwitansi dan ditandatangani oleh yang bersangkutan. Jero Wacik pun memaparkan semuanya.
Rasanya waktu berjalan begitu cepat belum usai kami berbicang bel tanda harus meninggalkan LP telah berbunyi.
Tidak ada manusia yang sempurna, bukan berarti setiap orang yang telah menandatangi atau melakukan kegiatan dianggap bersalah. Saat ini setiap kegiatan seperti tersendat, orang sudah takut lagi untuk menandatangi apa yang berhubungan dengan kegiatan bangsa ini. Negara ini bukannya menjadi maju, tapi ada rasa takut pada setiap orang yang terkait. Dan Jero Wacik berpesan "selalu berfikir positif, mengabdi dan berjuang untuk bangsa ini"